Pancasila di Mata Kita
1
Juni-
menjadi titik tolak sebuah negara didirikan. Ada harapan, kecemasan, optimism
dan nano-nano rasa yang menyertainya. Jam terbang Pancasila telah mengudara
sekian purnama, ratusan jarak, jutaan rakyat yang mengharap akan eksistensi
keadilan dari pancasila. Tak ada yang menyadari bahwa pancasila mulai kabur
keberadaanya ditelan perlahan oleh globalisasi yang dielukan semua negara.
Sebenarnya ada dimanakah posisi pancasila kita?
Abdurrahman
Wahid menyatakan- Pancasila dilahirkan oleh orang orang yang telah berhasil
menang dari hawa nafsu. Mereka orang yang tenang dan damai dan mampu
menggunakan hawa nafsunya untuk hal-hal luhur ((al-nafs al-muthmainnah).
Bagaimana korelasinya dengan Pancasila?
Kehadiran
jiwa yang tenang tersebut telah turut serta dalam proses tumbuh dan
berkembangnya dasar dari negara Indonesia, khususnya dalam dialog antara Islam
dan nasionalisme Indonesia. Tak ada yang mengetahui bahwa sejak tahun 1919,
H.O.S Tjokroaminoto, KH. Hasjim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah telah
membicarakan hubungan anatar Islam dengan seperangkat ajaran agama dengan
nasionalisme. Belakangan diketahui bahwa Soekarno sebagai menantu Tjokroaminoto
saat berusia 18 tahun, telah ikut serta dalam pertemuan mingguan tersebut.
Sepuluh tahun kemudian, tokoh-tokoh muslin Nusantara yang terlobat dalam
kemerdekaan menerima konsep Negara Pancasila yang disodorkan oleh Soekarno.
(Ilusi Negara Islam, 2009: 15)
Akhirnya
pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Moh. Hatta mendeklarasikan negara yang
berdasar pada Pancasila, bernama Indonesia yang mengakui dan melindungi
keragaman budaya, tradisi dan keagamaan yang sudah menjadi budaya intergral
kehidupan bangsa.
Para
pendiri bangsa sadar bahwa di dalam Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan
nilai-nilai agama, bahkan sebaliknya semua pesan agama justru ter-refleksikan
dalam Pancasila.
Posisi
ideal Pancasila?
Menurut
pendapat saya pribadi, berdasarkan cuilan tulisan di atas, maka saya dapat
mengibaratkan posisi Pancasila ada di tengah sebagai titik. Semua elemen
masyarakat baik individu, kelompok ataupun pemerintah berada pada garis
melingkar yang melingkupi titik tersebut, lebih mudah untuk digambarkan adalah
roda sepeda. Titik tersebut apabila terbagi harus sama besar, tak ada yang
dominan ataupun terintimidasi, begitupun Pancasila. Tak ada yang bisa
meng-klaim bahwa Butir-Butir Pancasila merupakan representasi dari satu
kelompok saja. Pancasila milik bersama dan menjadi tanggung jawab bersama,
tidak boleh ada yang melakukan ketidakadilan atas nama Pancasila, berkuasa
secara sepihak olek oknum berkepentingan tertentu dengan berbekal nama
Pancasila. Bila pun ada, maka kita wajib mengingatkannya kalau perlu kita
tegakkan atas nama kesucian Pancasila.
Ketidakadilan
yang kita tutup mata atasnya
Seringkali
kita menggaungkan nama Pancasila sedemikian tingginya, berkoar sana sini,
pasang status seolah kita adalah Duta Pancasila yang sedemian hebatnya, namun
perilaku kita jauh dari hakikat Pancasila. Banyak fenomena yang memperlihatkan
seberapa mirisnya ketidakadilan di dunia terutama di Indonesia. Kita lupa nasib
orang yang kita hujat di dunia maya, karena wajahnya jelek. Kita menafikkan
diri dengan memaafkan segitu gampangnya orang yang menghina tenaga medis yang
berjuang atas corona virus. Kita tidak menggubris orang yang dengan seenak udelnya menimbun masker
padahal banyak yang membutuhkannya. Atau kita justru tutup mata saat seorang
nenek dihukum karena mencuri 3 buah kakao seharga Rp2.000. dimana posisi pancasila
sebenarnya? bukankah ia seharusnya ada di dada setiap manusia, di benak seluruh
orang agar menjadi penginat dalam bertingkah laku? Atau posisi pancasila hanya
berada di postingan status medsos agar terlihat ke-Indonesiaan-nya saja? Jika
benar, sungguh jangan lakukan itu.
Saya
menemukan sindiran yang menarik terkait implementasi Pancasila di jaman
sekarang. Sindirian tersebut ditulis oleh penulis favorit saya, dan kalian
pasti akan merasa sepaham dengan pemikirannya.
Berikut
saya sertakan linknya
Lalu
apa yang dapat kita perbuat untuk memurnikan Pancasila?
Beberapa
tahun terakhir, kita mungkin dengan sengaja atau tidak sengaja telah menoda Pancasila,
suka atau tidak itu faktanya. Kesalahan di masa lalu bisa kita perbaiki saat
ini, but kita terkang ragu tuk memulainya kembali. Inilah beberapa langkah yang
dapat kita lakukan untuk mengembalikan Pancasila kepada hakikat sebenarnya
(menurut saya pribadi):
·
Tau sejarah lahirnya
Pancasila. Yakin banget kalau kita tau bagaimana Pancasila akhirnya dijadikan
dasar negara kita, maka kita akan berhati dalam berperilaku agar sesuai dengan
tujuan Pancasila.
·
Paham ilmunya
bernegara dan beragama. Terkadang kesalahan yang sering kita lakukan adalah
mengambil satu sisi untuk men-justice sesuatu walaupun kita tidak sengaja melakukannya.
Misalnya, kita membenci negara kita karena oknum tertentu atau keadaan
tertentu, yang salah bukan negaranya tapi pihak yang membuat keadaan seperti
itulah yang harus kita waspadai.
·
Pahami dengan baik,
satu persatu, butir per butir dari Pancasila. Semua hak dan kewajiban kita
dalam upaya “menjadi manusia” bukan sekadar teori yang kita pelajari selama di
bangku sekolah tetapi Pancasila diajarkan untuk membuat kita lebih dapat
mengamalkan Pancasila sesuai hakikatnya.
·
Intropeksi diri. Banyak
banget nasehat bijak dari orang terdahulu bahkan sampai sekarang yang menyuruh
kita untuk selalu intropeksi diri. Manusia pasti pernah melakukan kesalahan,
tergantung bagaimana ia memperbaikinya. Kadang kita julid sama orang lain baik
di medsos maupun dunia nyata, tetapi kita melihat perilaku kita yang ternyata,
semprul- sekali.
Anyways,
saya menulis ini bukan karena saya udah menjadi orang paling suci, paling benar
di dunia. Tetapi kewajiban seorang manusia terlepas dari mana ia berasal adalah
menasehati saudaranya. Tanda sayang dari saya. Banyak sekali kesalahan yang
kita lakukan, untuk itu yuk sama sama memperbaiki diri sendir dan saling
menasehati dalam kebaikan. The last, I send my big hug and love for you…
Buku
yang saya kutip
Ilusi
Negara Islam- Ekspansi gerakan Islam transnasional di Indonesia
Posting Komentar untuk "Pancasila di Mata Kita"