(BACA BARENG) Karena Ilmu Mereka Rela Membujang- The Real Singlelillah
Bujangan-
kata ini seringkali dikonotasikan negatif bagi sebagian orang. Ada yang
mengatakan menjadi bujangan tidak normal karena adat menuntut untuk harus
menikah. Atau karena dorongan sayhwat sehingga harus diredam melalui ikatan
pernikahan. Nggak salah sih, hanya saja terkadang kita menemui banyak
kasus kegagalan dalam pernikahan, entah karena ketidakcocokan atau bisa jadi
karena pernikahan paksa.
Pada
zaman ini kita seringkali menjumpai teman kita, saudara kita, atau orang tak
dikenal pun selalu menghebohkan diri dengan kata “nikah muda” yang memang dua
insan yang bersatu tersebut masih berusia muda. Ya kalo umur tua ya nikah tua,
gitu kan ya?
Sewaktu
saya masih duduk di kelas 11 SMA, guru bahasa Inggris saya mengadakan diskusi
terkait nikah muda yang dilakukan oleh salah satu anak ustadz tersohor di Indonesia.
Saya memilih menjadi pihak pro karena memang bacaan dan pengetahuan saya
menuntun untuk menyetujui pernikahan dalam usia muda diperbolehkan. Lambat laun
trend nikah muda ini mulai digandrungi oleh kaula muda, para generasi yang
melabelkan diri “millennial”. Aish, alasannya pun bermacam-macam, ada
yang memang sudah menjalin lama misalnya dari SMP lah, atau karena dijodohkan
bahkan bisa jadi karena cinta pada pandangan pertama. Aduh, kapan saya punya
cinta macam ini,?
Trend
yang semakin menjamur ini membuat saya mulai bertanya tentang ke-PRO-an saya
dalam menanggapi isu nikah muda. Maklum lah, semakin nambah umur, berasa hidup
harus banyak dipikir. Apakah benar saya menyetujui nikah muda karena alasan
agama untuk menghindari zina atau saya menolak keras karena pertimbangan
persiapan yang belum matang. Lha wong duit masih minta orang tua, fikih
nikah, fikih suami-istri-anak belum mateng bener. Tapi kalo ada yang nglamar
saya trus agamanya kuat ya, nggak ditolak lah.
Pertanyaan
Saya, Ada Nggak Sih Orang Hebat Yang Memilih Untuk Tidak Menikah?
Kebimbangan
saya mulai diringankan setelah saya menemukan buku berjudul “Karena Ilmu
Mereka Rela Membujang” dalam tumpukan buku koleksi bapak saya. Wadidaw, the
real singlelillah berkualitas nih,
bukan jomblo kacang-kacangan yang ngaku single aja. Di dalam buku ini
dijelaskan kenapa beberapa ulama lebih untuk tidak mencopot gelar ke-single-annya.
Disini juga menegaskan bahwa para ulama yang memilih tidak menikah memang tidak
pernah berkomentar apa-apa mengenai ini pun juga tidak mengajak masyarakat dan
penuntut ilmu untuk mengikuti pilihan yang mereka ambil. Mereka tidak pernah
mengatakan kepada orang-orang “Membujang demi ilmu itu lebih mulia daripada
menikah.” (hlm. 21)
Kenapa
Para Ulama Tersebut Tidak Menikah? Kan Katanya Perintah Agama
Jawabannya,
Wallahu a’lam, bahwa urusan ini adalah urusan pribadi. Mereka menimbang
dengan pemahaman mereka sendiri dan tentu kita tidak meragukan kualitas dari
para ulama yang telah melahirkan banyak karya tersebut. Mereka memilih
membijang lantaran kecintaan mereka terhadap ilmu seakan tanpa ilmu mereka
kehilangan udara kehidupan. Mereka memandang bahwa menikah-dengan berbagai
keutamaan dan kebaikan yang ada didalamnya-berpotensi membawa kesibukan besar
yang menghalangi mereka untuk bisa menceburkan diri secara total dalam samudera
ilmu. (hlm. 22)
Ulama
yang di Tali dengan pernikahan
Salah
satu kisah unik yang diceritakan dalam buku ini berdasarkan kitab Imam
Taqiyuddin As-Subki dalam kitabnya Tartibu Tsiqatil’Ijli menceritakan tentang
seorang ahli hadist senior yakni Ma’mar bin Rasyid al-Bashri. Beliau biasa
melakukan perjalanan ke berbagai negara untuk menyebarkan hadis. Ketika sampai
di Yaman, penduduk negeri berharap ia tinggal bersama dengan mereka untuk
mendapatkan ilmu dan keutamaannya. Mereka pun memilihkan tali kekang untuk
menahannya agar tidak pergi dan tali kekang tersebut adalah pernikahan. Wanita tersebut
menjadi pengikatnya sehingga ia tinggal di Yaman hinggak akhir hayatnya.
(hlm. 29) Masya Allah
Jadi,
kita harus gimana dong?
Bingung-aku-bingung
Kita
menjadi bingung harus menanggapinya bagaimana. Nikah muda tapi kok
rasanya belum siap, tapi nggak nikah juga kok berat banget menahannya
bahkan juga bingung mau nikah tapi sama siapa ( ini mah semua juga bingung ). Sebenarnya
nggak ada yang salah sih mau nikah muda atau enggak. Nikah muda
boleh aja asal mau belajar baik suami maupun istri dalam menyempurnakan kewajiban
masing masing. Mau nunda dengan alasan ilmu belum cukup juga nggak apa,
asal saat waktu nya sudah tepat atau jodohnya datang apalagi agamanya bagus
pula (idaman mertua nih), maka pernikahan harus segera dilaksanakan.
DISCLAIMER
Agak
aneh juga sih membahas masalah nikah di saat saya belum diposisi berpengalaman.
Hanya saja, rasa greget saya kalau lihat nikah muda yang nggemesin tuh
kurang kalau belum disambatin. Makanya saya menunggu sambatan berfaedah dulu. Kalau
memilih mengejar ilmu ya diseriusin sekalian, sebelum taki pernikahan
mengikatmu, kawan. Kata Gus Baha, nikah itu perintah agama, kalau masih tahap
menuju itu kemudia kita meninggal, kita syahid. Dengar kan mblo? Salam
dari diri ini yang masih proses memantaskan diri di hadapan Allah dan doi. As
always, love to all of you guys.
Siap
untuk nikah muda?
Identitas
Buku
Judul : Karena Ilmu Mereka
Rela Membujang/ AL-‘Ulama ‘Al-‘Uzzab alladzina atsarul ‘Ilma ‘ala Zawaj (judul
asli)
Penulis
: Syaikh Abdul Fattah
Penerjemah
: Abu Hudzaifah, Lc. dkk.
Penerbit
: Zam-Zam
penggennya sih habis lulus kuliah ada yang nglamar :D
BalasHapusbiar pas kuliah nggak halu mulu wkwk