Am I A Toxic Person?
Deep thought- malam ini seputar keberadaan saya ditengah
manusia di sekeliling saya. Seringkali pertanyaan
mengenai toxic personselalu muncul di hadapan saya baik di dunia nyata
maupun dunia maya. Entah dalah bentuk wacana, diskusi ataupun sebuah
penggambaran mengenai makna toxic personitu sendiri. Ketika berada di
lingkungan social, selalu ada peng-kategorian terhadap masing-masing pihak,
entah ranah social maupun agama. Entah kita sadar atau malah ikut arus yang ada
dan tak kuasa melawannya. Toxic personmenurut definisi yang saya buat
sendiri setelah melihat dari berbagai sumber menyatakan,
Toxic personadalah seseorang yang membawa pengaruh negative
terhadap orang maupun lingkungan sekitar, baik secara sadar ataupun tidak.
So pertanyaannya, apakah saya termasuk
dalam kategori toxic person?
Jujur, saya tidak tahu.
Menjalani hari hari biasa sebagai anak
kuliahan, yang jadwalnya sudah diberikan dari pihak kampus tidka mmebuat saya
tertekan, malah saya cenderung masuk ke dalam comfort zone yang disediakan oleh
institute. Masuk sesuai jam kuliah- dengerin ceramah ilmu dari dosen- bel
berdentang-selesai. Hanya itu, dan saya lakukan beberapa bulan lamanya. Hingga ketika
wabah Covid-19 menyerang membuat saya secara otomatis ter-karantina di rumah. Good
news, saya bisa merasakan rasanya dipingit ala Ibu Kartini, juga merasakan
apa yang dialami oleh Ibunda Maryam. Namun sayangnya, bad news yang
didapat adalah, saya bosan, sangat. Dari 11 sks yang harus saya jalani selama
di semester 2 ini, saya merasa aktif dalam 7/11 mata kuliah, sisanya, Wallahu a’lam,
bablas. Tak terasa 3 bulan saya mengalami rutinitas seperti itu.
So, how?
Beberapa kali saya sudah mengganti rutinitas
yang berbeda, tapi tetap hilang di tengah jalan. Morning person? I did, but
it doesn’t work really well. Overthinking saat malam menjadi masalah. To-do
list person? I did, tapi terkadang agenda dadakan di keluarga menjadi
halangan. Night person as owl? I did, surely I like it, but sometimes stuck
and lost on my mind. See? Susah ternyata, jadi orang yang 100% work/study
at home. Give applause setinggi-tingginya buat yang bisa di rumah terus.
Apa korelasi study at home sama toxic
person yang mau dibahas?
Saya nggak tau nyambungnya ada dimana, but
let me explain what I thought tonight. Lama di rumah membuat saya mencari
tontonan atau bacaan yang bisa membuat saya tidak kehilangan diri saya in
general. Tak ada yang menghubungi saya selain teman-teman di grup whatsapp
tak membuat saya sedih terlalu dalam. Malahan saya berpikir, apakah saya sudah
membuat postingan yang dapat membuat teman saya tergerak hatinya untuk
melakukan sesuatu atau bahkan berpikir cukup dalam tentang suatu hal, lebih
jauh lagi, apakah saya sudah melakukannya?
Kembali kepada definisi toxic person,
membuat saya teringat suatu ungkapan, apa yang kamu pikir akan menjadi diri kamu. Letupan pemikiran tentang ungkapan tersebut
dan makna toxic personmembuat saya intropeksi diri tentang diri saya. Seberapa
tumpukan buku yang dibaca, seberapa banyak tontonan berfaedah yang dilihat, seberapa
banyak podcast yang dapat membuat saya terhenyak akan suatu hal, lebih dalam
lagi, seberapa banyak semua hal tersebut mempengaruhi diri saya sampai saat
ini?
Diskusi yang berseliweran di internet
acapkali mengambil sudut pandang ekternal, bukan ke dalam. Misalnya, ini tanda
teman kamu toxic person/ waspada ciri orang toxic yang tak perlu
menjadi temanmu/ dan blab bla bla. Bukannya jelek, terkadang hal ini membuat
kita berpandangan negative terhadap teman kita sendiri, padahal bisa jadi kita
yang bermasalah, bukan? So, here I dropped
out all of my thought about this, Karena aku sedang mencoba judging ke diri sendiri dulu.
Konsep toxic personyang sering
dibahas adalah seberapa pengaruh negative yang ditimbulkan oleh seorang
individu terhadap individu lain. Ini membuat saya berpikir (lagi), apakah toxic
person hanya terlihat ke arah luar bukan ke arah dalam? Rasanya saya ingin
mengubah arah pengaruh pemikiran toxic persontersebut ke arah dalam
terlebih dahulu agar saya dapat memahami diri saya sendiri, baru kemudian
menyebar manfaat ke orang lain. Its hard, but lets make it easy, guys.
Intropeksi diri setelah menyelami makna toxic
person ini sungguh menyenangkan, membuat kita lebih aware terhadap apa yang
kita ucap dan kita pikir, dan tidak cepat menyalahkan tipe kepribadian yang
kita miliki atas kesalahan yang kita buat. Kayak influencer yang katanya gara
gara introvert jadi bikin salah omong, hadeuh. Saya setuju sekali dengan
perkataan salah satu youtuber minimalis favorit saya, Fany Sebayang yang
mengatakan “ lebih baik cepat dalam memahami dan lambat dalam menghakimi” nice
quote sis! Semua manusia punya banyak celah kekurangan tinggal bagaimana kita memolesnya
dengan baik, secantik mutiara. Lets do
this together!
Seberapa toxic kamu?
Posting Komentar untuk "Am I A Toxic Person?"